Thaksin Shinawatra: Dari Perdana Menteri Thailand hingga Penasihat Danantara

allintimes.com – Thaksin Shinawatra adalah salah satu tokoh politik paling kontroversial di Thailand. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Thailand dari tahun 2001 hingga 2006 sebelum akhirnya dikudeta oleh militer. Kudeta tersebut terjadi ketika ia sedang menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Amerika Serikat, sehingga ia tidak dapat kembali ke negaranya dan memilih untuk mengasingkan diri ke luar negeri.

Selama 15 tahun di pengasingan, Thaksin tetap memiliki pengaruh besar dalam politik Thailand melalui jaringan dan keluarganya. Pada 2023, ia akhirnya kembali ke Thailand, meskipun harus menghadapi hukuman penjara. Namun, berkat pengampunan kerajaan, ia hanya menjalani hukuman singkat. Kini, setelah bebas, ia mendapatkan peran baru sebagai anggota Dewan Penasihat Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), menandakan keterlibatannya kembali dalam dunia bisnis dan investasi.

Latar Belakang dan Awal Karier

Thaksin Shinawatra lahir pada 26 Juli 1949 di Chiang Mai, Thailand. Ia memulai kariernya di kepolisian sebelum beralih ke dunia bisnis. Dengan latar belakang akademik di bidang kepolisian dan administrasi publik, Thaksin menunjukkan minat besar dalam teknologi dan komunikasi, yang akhirnya membawanya ke sektor bisnis telekomunikasi.

Pada 1987, ia mendirikan Shin Corporation, sebuah perusahaan yang berkembang pesat menjadi raksasa telekomunikasi di Thailand. Kesuksesan Shin Corporation tidak hanya mengukuhkan status Thaksin sebagai pengusaha sukses tetapi juga membuka jalan baginya untuk memasuki dunia politik. Melalui perusahaan ini, ia membangun jaringan ekonomi dan politik yang kuat, yang kemudian menjadi salah satu modal utamanya dalam meraih posisi sebagai Perdana Menteri Thailand.

Perjalanan Politik

Thaksin pertama kali memasuki dunia politik pada 1990-an. Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Thailand pada 1994 hingga 1995, lalu sebagai Wakil Perdana Menteri dari 1995 hingga 1997. Pada tahun 2001, ia terpilih sebagai Perdana Menteri Thailand setelah kampanye yang didukung oleh kekayaannya sendiri. Ia menarik dukungan luas dari masyarakat pedesaan dengan berbagai kebijakan pro-rakyat, seperti program perawatan kesehatan murah dan penciptaan lapangan kerja.

Namun, pemerintahannya juga mendapat kritik dari kelas menengah dan elite politik yang menuduhnya sebagai kroni kapitalis. Tuduhan semakin kuat ketika ia menjual Shin Corporation ke perusahaan investasi Singapura, Temasek, senilai hampir $2 miliar. Banyak pihak menuduhnya melakukan praktik perdagangan orang dalam.

Selain itu, pemerintahannya juga dikritik karena dugaan pelanggaran hak asasi manusia, terutama terkait operasi anti-narkoba dan konflik di provinsi selatan Thailand yang mayoritas Muslim.

Kudeta dan Pengasingan

Pada 2006, Thaksin digulingkan melalui kudeta militer saat ia berada di luar negeri. Pada 2008, Mahkamah Agung Thailand menyatakan Thaksin bersalah atas konflik kepentingan dalam kasus penjualan tanah oleh lembaga negara kepada istrinya. Ia dijatuhi hukuman penjara dan memilih untuk mengasingkan diri ke Dubai dan London guna menghindari hukuman.

Selama 15 tahun di pengasingan, Thaksin tetap memiliki pengaruh besar dalam politik Thailand. Keluarganya terus memainkan peran dalam politik, termasuk melalui partai yang ia dirikan. Pada 2023, ia akhirnya kembali ke Thailand dan langsung digiring ke penjara. Meski awalnya dijatuhi hukuman delapan tahun, ia hanya menjalani hukuman satu tahun setelah mendapatkan pengampunan dari Raja Thailand.

Kembali ke Thailand dan Peran di Danantara

Setelah bebas pada Februari 2024, dinasti politik Thaksin kembali menguat dengan terpilihnya putrinya, Paetongtarn Shinawatra, sebagai Perdana Menteri Thailand. Kembalinya Thaksin juga membuka jalan bagi keterlibatannya dalam berbagai bidang, termasuk dunia investasi.

Pada 24 Maret 2025, Thaksin resmi ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasihat BPI Danantara. Ia bergabung dengan tokoh-tokoh ternama lainnya, seperti Ray Dalio (pendiri Bridgewater Associates), Helman Sitohang (mantan CEO Credit Suisse Asia Pasifik), Jeffrey Sachs (ekonom global), dan Chapman Taylor (Equity Portfolio Manager di Capital Group). Peran Thaksin dalam Danantara menunjukkan bahwa ia masih memiliki pengaruh besar, tidak hanya di Thailand tetapi juga di tingkat internasional.

Kesimpulan

Thaksin Shinawatra adalah tokoh dengan perjalanan politik yang penuh dinamika. Dari seorang polisi hingga menjadi pengusaha sukses, ia akhirnya mencapai puncak karier politik sebagai Perdana Menteri Thailand sebelum dikudeta pada 2006. Meskipun terpaksa mengasingkan diri selama bertahun-tahun, pengaruhnya dalam dunia politik dan ekonomi tetap besar, terutama melalui jaringan keluarga dan bisnis yang ia bangun selama ini.

Kini, keterlibatannya dalam Danantara menandakan bahwa ia masih memiliki peran dalam dunia bisnis dan investasi, meskipun masa lalunya penuh dengan kontroversi. Dengan bergabungnya Thaksin dalam badan investasi ini, muncul pertanyaan apakah kehadirannya akan membawa manfaat strategis atau justru menjadi tantangan tersendiri. Hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana peran barunya ini akan berdampak pada dunia investasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *