IHSG Ditutup Melemah, Apa Sebenarnya yang Terjadi?

Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (30/12/2024). (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)

allintimes.com | IHSG ditutup melemah pada perdagangan Senin (16/6), menukik 48,47 poin ke 7.117,59 seiring kekhawatiran investor atas eskalasi konflik di Timur Tengah. Sentimen global yang memanas membuat pelaku pasar berhati‑hati dalam menempatkan modalnya, memicu aksi jual saham di sejumlah sektor utama.

Latar Belakang atau Konteks Terbaru

Sejak akhir pekan lalu, ketegangan Israel–Iran meningkat tajam setelah serangan saling balas yang menargetkan infrastruktur energi kedua negara. Investor global pun khawatir potensi gangguan pasokan minyak akan memicu lonjakan harga energi dan tekanan inflasi baru.

Di wilayah Asia, bursa Nikkei terpangkas 1,29%, sedangkan Hang Seng malah menguat 0,70%, mencerminkan aliran modal yang berpindah antar aset tergantung persepsi risiko. Lonjakan harga minyak mentah Brent hingga 2% turut menambah tekanan pasar saham global karena meningkatkan risiko biaya produksi dan transportasi bagi perusahaan.

Sementara itu, pelaku pasar juga menanti rilis data ekonomi China—puncak konsumsi ritel dan perlambatan produksi industri—sebagai penanda kekuatan pemulihan ekonomi terbesar kedua dunia. Data terbaru menunjukkan penjualan ritel naik 12,7% (yoy), tetapi produksi industri hanya tumbuh 4,1%, terendah dalam enam bulan terakhir.

Fakta & Data dari Sumber Terpercaya

Pasar domestik tidak luput dari gejolak: IHSG melemah 0,68% atau 48,47 poin ke 7.117,59 pada penutupan Senin (16/6). Tercatat 388 saham turun, 232 saham naik, dan 186 saham stagnan, dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,6 triliun.

Data Ipotnews menunjukkan total volume perdagangan mencapai 24,2 miliar saham, menandakan tingginya aktivitas investor di tengah ketidakpastian. Empat sektor berhasil terapresiasi: energi (+0,88%), infrastruktur (+0,68%), kesehatan (+0,07%), dan keuangan ringan (+0,05%). Sebaliknya, sektor barang konsumen non‑primer (–1,38%), barang baku (–1,17%), serta transportasi & logistik (–0,81%) mencatat koreksi.

Bank Indonesia melaporkan capital inflow senilai Rp 5,20 triliun pekan kedua Juni 2025, sedikit meningkat dari pekan sebelumnya, menandakan masih ada minat investor asing terhadap aset domestik meski risiko global membesar.

Dampak & Respons

Kejatuhan IHSG ini memunculkan respons cepat dari analis dan pelaku pasar. Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, mengingatkan bahwa indeks teknikal tengah menguji level support di kisaran 7.100–7.132, dan potensi koreksi masih terbuka lebar jika ketegangan geopolitik belum mereda.

Investor institusi cenderung memutar portofolio ke instrumen safe haven, seperti obligasi pemerintah AS dan emas, seiring yield Treasury 10‑tahun merangkak naik di atas 4,0%. Di sisi lain, pelaku usaha mengantisipasi kenaikan biaya logistik dan energi, yang bisa menekan margin perusahaan padat modal.

Beberapa emiten unggulan mencoba menahan posisi: BBCA dan BMRI mencatat net buy asing masing‑masing Rp 150 miliar dan Rp 120 miliar, menunjukkan keyakinan terbatas investor besar terhadap fundamental bank besar Indonesia.

Analisis & Arah Kebijakan ke Depan

Ekonom senior dari Mandiri Institute, Dr. Rudi Setiawan, menilai bahwa BI memiliki ruang untuk menurunkan BI‑7DRRR jika inflasi domestik terus stabil di kisaran 2–3%, guna memacu pertumbuhan ekonomi yang melambat. Penurunan suku bunga domestik akan meningkatkan daya tarik pasar saham dan obligasi Indonesia bagi investor asing.

Di kancah global, The Fed diperkirakan menahan suku bunga pada 5,25–5,50% hingga September 2025, memberikan tekanan tersendiri pada aliran modal ke negara berkembang. Jika konflik di Timur Tengah mereda, harga minyak bisa turun, menurunkan risiko inflasi global dan mendorong sentimen risk‑on.

Pemerintah juga diminta mempercepat reformasi fiskal dan perbaikan iklim investasi—seperti penyederhanaan perizinan dan insentif sektor strategis—untuk memperkuat kepercayaan pelaku pasar domestik dan asing.

IHSG ditutup melemah mencerminkan kekhawatiran pasar atas ketidakpastian geopolitik dan dinamika ekonomi global. Ke depan, pelaku pasar akan terus memantau pergerakan harga minyak, kebijakan The Fed, dan rilis data makro penting.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *