Shekel vs Rial: Siapa Pemenang Duel Mata Uang Israel-Iran Saat Perang?
allintimes.com – Konflik bersenjata antara Israel dan Iran tidak hanya menggemparkan dunia dari sisi militer dan geopolitik, tetapi juga menciptakan turbulensi besar di pasar keuangan global. Salah satu dampak langsung dari eskalasi konflik tersebut adalah fluktuasi nilai tukar mata uang nasional kedua negara yang sedang berseteru: Israeli Shekel (ILS) dan Iranian Rial (IRR).
Pertanyaan yang kini muncul: siapa yang lebih kuat dalam duel mata uang di tengah perang Israel-Iran? Artikel ini akan mengupas secara mendalam perbandingan performa Shekel dan Rial selama perang, faktor-faktor yang memengaruhinya, dan dampaknya terhadap perekonomian domestik masing-masing negara.
Awal Konflik dan Dampaknya Terhadap Pasar
Konflik antara Iran dan Israel kembali memanas secara signifikan pada Jumat, 13 Juni 2025, ketika Israel meluncurkan serangan ke sejumlah fasilitas militer dan nuklir Iran, termasuk kompleks Natanz dan pusat teknologi nuklir di Isfahan. Serangan balasan dari Iran terjadi esok harinya, 14 Juni, dengan serangkaian rudal dan drone menghujani wilayah Israel.
Perang yang terjadi bukan hanya dalam bentuk fisik. Ketegangan ini turut menyulut ketidakpastian di pasar global, termasuk pasar valuta asing (valas). Investor dunia mulai mengalihkan aset dari mata uang berisiko tinggi ke aset yang lebih aman seperti dolar AS dan emas. Mata uang negara yang terlibat konflik langsung mengalami tekanan, termasuk Shekel dan Rial.
Performa Israeli Shekel: Koreksi Tajam, Kemudian Pulih
Di awal konflik, Israeli Shekel mengalami penurunan tajam sebesar 1,88%, menyentuh level 3,61 per US$1 pada Jumat, 13 Juni 2025. Pelemahan ini mencerminkan kekhawatiran investor atas kemungkinan konflik berkepanjangan yang dapat melumpuhkan kegiatan ekonomi Israel, terutama sektor teknologi dan ekspor.
Namun, respons dari Bank Sentral Israel cukup cepat. Mereka melakukan intervensi pasar, memberikan jaminan kestabilan moneter, dan menaikkan suku bunga acuan secara temporer. Hal ini mendorong kepercayaan investor kembali meningkat.
Alhasil, Shekel menguat kembali sebesar 3,50% ke level 3,49 per US$1 pada Senin, 16 Juni 2025. Hingga Jumat, 20 Juni, Shekel bahkan masih berada di posisi stabil di kisaran 3,48 per dolar AS, hanya terpaut 0,08% dari hari sebelumnya.
Kinerja positif ini menunjukkan bahwa Israel masih memiliki cadangan devisa yang kuat dan kepercayaan pasar yang relatif terjaga, meskipun berada dalam situasi perang terbuka.
Nasib Iranian Rial: Stagnan dan Rentan
Di sisi lain, Iranian Rial mengalami nasib yang berbeda. Nilai tukarnya terhadap dolar AS masih berada di level 42.000 per US$1, angka yang telah lama dipertahankan pemerintah Iran melalui kebijakan kontrol ketat dan subsidi impor strategis.
Namun, di balik stabilitas nominal ini, ada sinyal kerentanan yang tinggi. Rial sempat melemah tipis ke level 42.025 per US$1 pada Kamis, 19 Juni, yang secara teknikal hanya penurunan 0,06%. Namun demikian, stagnasi ini bukan cermin kekuatan fundamental ekonomi, melainkan hasil dari pembatasan ketat terhadap transaksi valuta asing di pasar domestik Iran.
Kebijakan isolasi finansial dan sanksi internasional telah membuat Rial tidak mencerminkan dinamika pasar bebas. Banyak transaksi mata uang di Iran dilakukan melalui pasar gelap, di mana nilai Rial terhadap dolar bisa menyentuh 500.000/US$1—jauh dari kurs resmi pemerintah.
Fundamental Ekonomi: Siapa Lebih Tangguh?
Israel dikenal sebagai salah satu negara dengan ekonomi teknologi tercanggih di dunia. Ekspor produk teknologi tinggi, pertumbuhan sektor startup, dan hubungan dagang dengan mitra utama seperti AS dan UE menjadikan Shekel didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat.
Meski demikian, Israel juga memiliki ketergantungan terhadap stabilitas geopolitik. Setiap kali konflik meletus, sektor pariwisata dan logistik langsung terpukul. Namun, dengan sistem perbankan yang solid dan cadangan devisa besar, Israel masih mampu menjaga likuiditas Shekel.
Iran, di sisi lain, sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas. Dengan sanksi ekonomi berat dari Barat, termasuk larangan ekspor energi dan pemutusan dari sistem pembayaran global SWIFT, ekonomi Iran terisolasi. Akibatnya, Rial sangat rentan terhadap tekanan eksternal.
Stabilisasi nilai Rial saat ini lebih banyak bertumpu pada intervensi negara, bukan pada kekuatan pasar. Ini menimbulkan risiko tinggi jika terjadi blokade ekonomi tambahan atau embargo baru dari kekuatan Barat.
Respons Kebijakan Moneter
Bank Sentral Israel telah mengindikasikan akan menggunakan seluruh instrumen kebijakan untuk menjaga stabilitas Shekel, termasuk swap valas dan penguatan cadangan devisa.
Sebaliknya, Bank Sentral Iran memiliki ruang gerak yang sangat terbatas. Sanksi ekonomi membatasi opsi kebijakan moneter dan fiskal. Cadangan devisa Iran menipis, inflasi domestik tinggi, dan akses terhadap pembiayaan internasional hampir tertutup.
Hal ini membuat Iran cenderung menerapkan kebijakan kontrol harga dan pembatasan impor ketat, yang dalam jangka panjang bisa berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional.
Dampak terhadap Rakyat: Inflasi vs Daya Beli
Perang juga berdampak langsung terhadap harga barang-barang konsumsi di kedua negara.
-
Di Israel, walau Shekel menunjukkan ketahanan, harga barang melonjak akibat ketidakpastian pasokan dan lonjakan permintaan. Pemerintah mengalokasikan dana darurat untuk menjaga pasokan logistik dan menstabilkan harga energi.
-
Di Iran, inflasi dua digit sudah menjadi tantangan lama. Perang menambah tekanan harga, terutama pada barang impor dan komoditas vital seperti beras, daging, dan obat-obatan.
Dalam situasi ini, kekuatan Shekel jauh lebih terasa oleh rakyat dibandingkan Rial yang lebih banyak dikendalikan secara artifisial.
Mata Uang di Mata Investor Global
Investor global memandang Shekel sebagai mata uang yang masih relatif “investable,” meski dengan risiko tinggi. Banyak institusi keuangan masih mempertahankan sebagian portofolio di aset berdenominasi Shekel, seperti obligasi pemerintah Israel dan saham teknologi.
Sementara itu, Rial nyaris tidak diperdagangkan secara internasional. Minimnya transparansi, kontrol ketat, dan sanksi membuat Rial dianggap non-likuid oleh sebagian besar pelaku pasar global.
Siapa Pemenangnya?
Dalam duel mata uang antara Shekel vs Rial, Israeli Shekel jelas keluar sebagai pemenang dari segi fundamental, kepercayaan pasar, dan kemampuan bertahan dalam situasi konflik.
Meskipun Shekel sempat melemah akibat tekanan geopolitik, respons kebijakan moneter yang cepat dan dukungan ekonomi yang tangguh berhasil memulihkannya.
Sementara Rial, meski stabil secara nominal, tidak mencerminkan kekuatan pasar riil dan sangat rentan terhadap gejolak eksternal.