Siapa Ibrahim Arief? Konsultan Kemendikbud yang Kini Tersangka Korupsi Chromebook!

allintimes.com | Pekan ini, Kejaksaan Agung menetapkan Ibrahim Arief—eks VP Bukalapak dan mantan konsultan Kemendikbud—sebagai tersangka korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun. Langkah ini menandai babak baru dalam penyelidikan yang menyeret empat orang dari proyek digitalisasi pendidikan nasional.

Ibrahim Arief, atau Ibam, memulai karier di Bukalapak sebagai VP Engineering sebelum pindah ke GovTech Edu sebagai CTO, membantu transformasi digital di Kemendikbud.

Pada 15 Juli 2025, Kejaksaan Agung menetapkan Ibrahim sebagai terdakwa korupsi pengadaan Chromebook Rp9,9 triliun bersama tiga orang lainnya—termasuk Jurist Tan dan dua mantan direktur Kemendikbud.

Baca Juga: Dahlan Iskan Tersangka Kasus Pemalsuan Surat dan Penggelapan: Kronologi, Tuduhan, dan Respons

Menurut penyidik, Ibam diduga mempengaruhi keputusan teknis agar pengadaan memakai Chrome OS, meski uji coba sebelumnya menunjukkan perangkat ini tidak cocok untuk daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Fakta & Data dari Sumber Terpercaya

  • Kerugian negara: Estimasi mencapai Rp1,9 triliun akibat penggantian OS yang tidak sesuai kebutuhan wilayah 3T.
  • Peran Ibrahim: Ia menolak tanda tangan kajian teknis awal karena tidak menyebut Chrome OS, lalu bersama Jurist Tan dan staf Kemendikbud mengikuti rapat Zoom pada Mei 2020 untuk menetapkan Chrome OS sebagai pilihan utama.
  • Status hukum: Karena memiliki gangguan jantung kronis, Ibrahim tidak dipenjara, melainkan ditahan di rumah (tahanan kota).

Dampak & Respons

  • Reaksi Kejagung: Direktur Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan keputusan teknis direkayasa dengan menetapkan Chrome OS agar petunjuk pelaksanaan menguntungkan vendor tertentu.
  • Pakar & ICW: Indonesia Corruption Watch dan pengamat menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran dan mendorong Kejagung untuk menuntaskan hingga jaringan pejabat yang lebih tinggi.
  • Ibrahim dan kuasa hukum: Mereka menyatakan Ibrahim adalah konsultan independen, bukan staf khusus Menteri, dan kooperatif dalam proses hukum.

Analisis & Arah Kebijakan ke Depan

  1. Transparansi tata kelola pengadaan publik: Kejagung wajib mengusut tuntas jalur keputusan dari kementerian hingga vendor untuk mencegah kasus serupa.
  2. Evaluasi proyek digitalisasi: Tinjau kembali kebutuhan spesifikasi untuk daerah 3T agar teknologi tepat guna, bukan sekadar digitalisasi semata.
  3. Peran teknokrat: Kasus ini menegaskan risiko teknokrat bergabung ke birokrasi tanpa kontrol; diperlukan audit independen terhadap rekomendasi teknis.
  4. Sanksi bagi pelaku dan pendukung: Jika terbukti melibatkan pejabat struktural dalam penunjukan vendor, harus ada tindakan hukum yang adil dan transparan.

Kisah Ibrahim Arief jadi tersangka korupsi membuka tabir kerentanan pengadaan teknologi pemerintah. Publik menanti hasil lengkap investigasi terkait siapa dalang di balik proyek ini dan bagaimana anggaran negara bisa dilindungi lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *