Korea Utara Tolak Mentah-Mentah Tawaran Rekonsiliasi Korea Selatan, Tegaskan Tak Ada yang Perlu Dibicarakan
allintimes.com | Pyongyang, Korea Utara – Korea Utara secara tegas menolak segala kebijakan atau tawaran rekonsiliasi yang diajukan oleh Korea Selatan. Pernyataan keras ini datang langsung dari Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, pada Senin (28/7/2025), sebagai respons perdana terhadap inisiatif perdamaian yang diusulkan oleh Presiden Korea Selatan yang baru, Lee Jae-myung.
Aliansi dengan AS Jadi Ganjalan Utama
Melalui pernyataan Kim Yo Jong, seorang pejabat senior di partai berkuasa Korea Utara, Pyongyang menegaskan bahwa komitmen Presiden Lee Jae-myung terhadap aliansi keamanan dengan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dia tidak berbeda dari presiden-presiden Korea Selatan sebelumnya yang bersikap antagonis.
“Jika Korea Selatan berharap untuk mengubah semua konsekuensi dari (tindakannya) hanya dengan beberapa kata yang emosional, maka itu adalah perhitungan yang paling keliru,” ujar Kim Yo Jong dalam rilis yang diterbitkan oleh kantor berita resmi KCNA.
Baca juga: Profil Kim Young Kwang: Dari Loper Koran hingga Pemeran Moon Baek di Drakor Netflix Trigger
Langkah Meredakan Ketegangan Dianggap Tak Layak Dinilai
Presiden Lee Jae-myung, yang mulai menjabat pada 4 Juni setelah memenangkan pemilihan mendadak, memang berkomitmen untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Utara yang telah memburuk. Sebagai langkah awal, Lee menghentikan siaran pengeras suara anti-Korea Utara di sepanjang perbatasan dan melarang aksi penerbangan selebaran oleh aktivis, yang selama ini memicu kemarahan Pyongyang.
Namun, Kim Yo Jong dengan tegas menyatakan bahwa langkah-langkah tersebut hanyalah penghapusan dari tindakan yang dianggap bermaksud buruk oleh Korea Selatan—tindakan yang seharusnya tidak pernah dilakukan sejak awal. “Dengan kata lain, itu bahkan tidak layak untuk kami nilai,” katanya. “Kami sekali lagi menegaskan posisi resmi bahwa kami tidak tertarik pada kebijakan atau proposal apa pun yang dibuat di Seoul, dan kami tidak akan duduk bersama Korea Selatan karena tidak ada yang perlu dibicarakan.”
Ketidakpercayaan Tinggi dan Harapan Dialog yang Tipis
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, seperti yang dilaporkan oleh AP, menanggapi bahwa pernyataan Kim Yo Jong mencerminkan tingginya tingkat ketidakpercayaan antara kedua Korea. Hal ini disebabkan oleh kebijakan bermusuhan dan konfrontatif yang diterapkan selama beberapa tahun terakhir.
Juru bicara Kementerian Unifikasi Korea Selatan, Koo Byoung-sam, menegaskan komitmen pihaknya untuk terus berusaha mencapai rekonsiliasi dan kerja sama dengan Korea Utara. Meskipun demikian, harapan di Korea Selatan untuk respons positif dan kesediaan dialog dari Pyongyang kini menipis, terutama setelah Pyongyang mematikan pengeras suaranya yang sebelumnya sempat dianggap sebagai sinyal positif.
Perayaan Gencatan Senjata di Tengah Ketegangan Aliansi
Di tengah penolakan ini, Presiden Lee Jae-myung saat ini sedang menjalani negosiasi rumit dengan AS untuk menghindari kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Donald Trump. Lee menegaskan bahwa aliansi dengan AS adalah pilar utama dalam diplomasi Korea Selatan.
Dalam rangka memperingati gencatan senjata Perang Korea pada Minggu (27/7), Lee menegaskan bahwa Seoul akan terus berusaha memperkuat aliansi dengan AS, sebuah hubungan yang terjalin melalui perjuangan dan pengorbanan nyawa.
Di sisi lain, Korea Utara juga merayakan hari jadi yang mereka sebut sebagai hari kemenangan dengan berbagai acara, termasuk parade di Pyongyang, meskipun dengan skala yang lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Hingga saat ini, kedua Korea, AS, dan Tiongkok, sebagai pihak utama dalam Perang Korea 1950-1953, belum pernah menandatangani perjanjian damai.