Tren AI Studio Ghibli: Inovasi atau Pelanggaran Hak Cipta?

allintimes.com – Tren AI Studio Ghibli – Teknologi kecerdasan buatan (AI) kembali mencuri perhatian setelah OpenAI meluncurkan fitur terbaru yang memungkinkan pengguna menghasilkan gambar dalam berbagai gaya, termasuk gaya khas Studio Ghibli.

Fitur ini memungkinkan siapa saja mengubah foto pribadi atau pemandangan menjadi ilustrasi bernuansa magis ala film-film legendaris Ghibli, menjadikannya alat kreatif yang menarik bagi para penggemar animasi.

Namun, tren ini tidak hanya menuai antusiasme tetapi juga memicu kontroversi terkait hak cipta dan orisinalitas karya seni. Banyak yang bertanya-tanya apakah AI memiliki hak untuk mereplikasi gaya visual yang telah menjadi ciri khas Studio Ghibli, sementara yang lain khawatir bahwa penggunaan AI ini dapat merugikan seniman yang mengandalkan keterampilan manual mereka untuk menciptakan karya seni unik.

Viral di Media Sosial

Sejak fitur ini diperkenalkan, media sosial dipenuhi dengan hasil editan AI bergaya Studio Ghibli. Mulai dari foto selfie hingga lanskap kota, semuanya berubah menjadi gambar yang menyerupai adegan dalam film “My Neighbor Totoro” atau “Spirited Away.” CEO OpenAI, Sam Altman, bahkan ikut serta dalam tren ini dengan mengganti foto profilnya dengan gambar bergaya Ghibli yang dihasilkan oleh AI.

Namun, popularitas fitur ini juga menimbulkan masalah teknis. Penggunaan AI yang melonjak drastis menyebabkan sistem OpenAI mengalami kelebihan beban, sehingga mereka harus membatasi akses untuk pengguna gratis. Altman mengungkapkan bahwa penggunaan GPU OpenAI mencapai batas maksimum, dan untuk sementara, pengguna gratis hanya dapat membuat tiga gambar per hari.

Kritik dan Kontroversi

Meskipun banyak pengguna yang terkesan dengan fitur ini, tren AI Studio Ghibli tidak lepas dari kritik. Salah satu pendiri Studio Ghibli, Hayao Miyazaki, dikenal memiliki pandangan keras terhadap penggunaan AI dalam seni. Dalam film dokumenter Never-Ending Man: Hayao Miyazaki (2016), ia pernah mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap penggunaan teknologi AI dalam animasi, bahkan menyebutnya sebagai “penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri.”

Selain itu, beberapa netizen menganggap bahwa tren ini berpotensi merusak nilai estetika dan proses kreatif yang telah dibangun oleh Studio Ghibli selama bertahun-tahun. Artis Sheila Dara, misalnya, turut menyuarakan kekhawatirannya di media sosial terkait pembuatan gambar bergaya Ghibli menggunakan AI tanpa adanya izin dari penciptanya.

Masalah Hak Cipta

Salah satu isu terbesar yang muncul dari tren ini adalah potensi pelanggaran hak cipta. Meskipun gaya visual secara umum tidak dapat dipatenkan, elemen-elemen spesifik dari karya seni tertentu tetap dapat dilindungi oleh hukum. Pertanyaannya adalah apakah OpenAI melatih model AI mereka menggunakan materi berhak cipta dari film-film Studio Ghibli tanpa izin.

OpenAI sendiri mengklaim bahwa sistem mereka tidak secara langsung meniru gaya individu seniman yang masih hidup, melainkan memungkinkan pengguna untuk menghasilkan gambar dalam berbagai gaya umum. Namun, beberapa ahli hukum menyatakan bahwa jika AI dilatih menggunakan gambar berhak cipta tanpa persetujuan, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum.

Kasus serupa juga terjadi di industri lain, di mana perusahaan AI seperti OpenAI dan Meta menghadapi gugatan hukum dari berbagai penerbit besar, termasuk The New York Times. Mereka menuduh perusahaan AI menggunakan materi berhak cipta tanpa izin untuk melatih model kecerdasan buatan mereka.

Kesimpulan

Tren AI Studio Ghibli menunjukkan bagaimana kecerdasan buatan dapat mengubah cara orang berinteraksi dengan seni dan teknologi. Di satu sisi, AI membuka peluang baru bagi individu untuk berekspresi dan menciptakan karya yang sebelumnya tidak mungkin dilakukan tanpa keahlian seni. Namun, di sisi lain, tren ini juga menimbulkan pertanyaan etis dan hukum yang belum sepenuhnya terjawab.

Seiring berkembangnya teknologi, diskusi mengenai batasan AI dalam seni kemungkinan akan terus berlanjut. Apakah tren ini akan membawa revolusi dalam dunia ilustrasi, atau justru menjadi ancaman bagi para seniman dan pencipta asli? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *