Israel Menyatakan Iran Front Perang Baru: Perang Dua Arah Kian Panas

allintimes.com – Ketegangan antara Iran dan Israel telah mencapai puncaknya, dan dunia kini menyaksikan babak baru dalam konflik Timur Tengah yang semakin rumit. Sabtu (14/6/2025) menjadi momen penting ketika militer Israel secara resmi menyatakan bahwa Iran kini menjadi front perang baru bagi mereka, menggantikan posisi Gaza sebagai pusat konflik utama.

Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa konflik antara dua kekuatan besar di Timur Tengah telah memasuki fase yang sangat serius dan berpotensi menimbulkan konflik regional berskala luas.

Pengumuman Resmi Militer Israel: Iran Jadi Prioritas

Menurut laporan surat kabar Haaretz, militer Israel menyatakan bahwa Iran kini menjadi primary war front. Gaza yang selama ini menjadi pusat serangan dan pertahanan Israel, kini digeser menjadi front kedua. Hal ini sejalan dengan pernyataan analis militer dari Miryam Institute, Yankov Lapin, yang sebelumnya mengungkapkan bahwa militer Israel memang telah merancang 2025 sebagai tahun perang dua front: Iran dan Gaza.

Tujuan utama Israel adalah menggempur habis infrastruktur militer dan nuklir Iran, sekaligus memastikan bahwa Republik Islam tersebut tidak pernah memiliki kemampuan untuk memproduksi senjata nuklir. Strategi ini menegaskan bahwa konflik yang selama ini bersifat tidak langsung melalui serangan udara dan proksi kini telah berubah menjadi konfrontasi langsung antara dua negara bersenjata lengkap.

Rentetan Serangan dan Aksi Balas

Aksi saling serang dimulai pada Jumat dini hari (13/6/2025) ketika Israel meluncurkan serangan udara besar-besaran ke sejumlah fasilitas nuklir Iran. Target utama adalah lokasi pengayaan uranium yang menjadi inti dari program nuklir Iran. Serangan ini menewaskan beberapa tokoh penting, termasuk:

  • Brigadir Jenderal Mohammad Hussein Baqeri

  • Komandan Garda Revolusi Mayor Jenderal Hossein Salami

  • Komandan Markas Khatam Al Anbia, Gholam Ali Rashid

  • Komandan IRGC Mayor Jenderal Amir Ali Hajizadeh

  • Sembilan ilmuwan nuklir Iran

Iran merespons cepat dengan melakukan serangan balasan, termasuk menembak jatuh dua jet tempur Israel dan mengerahkan drone tempur Arash yang berhasil mencapai sasaran di wilayah Israel.

Iran Melantik Pemimpin Militer Baru

Sebagai respons terhadap serangan yang menewaskan banyak tokoh militernya, Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, segera melantik sejumlah pejabat militer baru. Brigadir Jenderal Seyyed Majid Mousavi ditunjuk sebagai Komandan IRGC menggantikan Hajizadeh, sementara Mohammad Bagheri diangkat sebagai panglima angkatan bersenjata Iran.

Langkah ini menunjukkan bahwa Iran siap melanjutkan konfrontasi dan memperkuat struktur militernya demi menghadapi kemungkinan eskalasi jangka panjang.

Reaksi Warga Iran: Cemas, Tapi Siap

Suasana di kota-kota besar Iran, khususnya Teheran, sangat tegang. Warga ramai-ramai memenuhi toko-toko dan stasiun pengisian bahan bakar. Antrian panjang mengular, menandakan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya perang berkepanjangan. Di salah satu SPBU di Teheran, dilaporkan ada lebih dari 300 mobil yang mengantri.

Meski sebagian besar warga mendukung aksi balas serang terhadap Israel, tidak sedikit pula yang berharap konflik ini segera berakhir. Seorang penjual buah bernama Hamid Hasanlu mengatakan, “Pemimpin kedua negara pasti tahu rakyat mereka menderita. Hentikan semua ini.”

Dampak Langsung: Kerusakan dan Korban Jiwa

Serangan dari kedua belah pihak menimbulkan dampak besar. Israel melaporkan dua orang tewas dan 19 luka-luka setelah rudal Iran menghantam kota Ramat Gan, dekat Tel Aviv. Beberapa gedung dan infrastruktur dilaporkan rusak berat. Sementara di pihak Iran, jumlah korban jauh lebih besar. Menurut utusan Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, sebanyak 78 orang tewas, termasuk pejabat tinggi militer dan ilmuwan, serta 320 orang luka-luka.

Selain itu, Bandara Mehrabad di Teheran juga dilaporkan terkena serangan. Bandara ini dikenal sebagai salah satu pangkalan udara penting Iran.

Ancaman Israel dan Tanggapan Keras dari Iran

Ketegangan semakin meningkat ketika Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengeluarkan pernyataan keras, “Kalau kalian terus menembak, Teheran akan dibumihanguskan.” Pernyataan ini memicu reaksi keras dari Iran, dengan Ayatollah Khamenei bersumpah akan menghancurkan Israel sebagai balasannya.

Pernyataan-pernyataan ini menambah panas suhu geopolitik dan menimbulkan kekhawatiran bahwa perang terbuka antara dua negara tersebut akan meluas menjadi konflik regional, atau bahkan global, mengingat keterlibatan pihak ketiga seperti Amerika Serikat.

Perundingan Nuklir: Harapan yang Tertunda?

Di tengah konflik, Iran dan Amerika Serikat sebenarnya sedang dalam proses perundingan terkait program nuklir Iran. Perundingan putaran keenam dijadwalkan berlangsung di Muscat, Oman, pada Minggu (15/6/2025). Namun, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baqaei, mengaku belum yakin apakah perundingan akan tetap digelar setelah eskalasi kekerasan yang terjadi.

Sebelumnya, Iran menyatakan komitmen pada JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) 2015, dengan batas pengayaan uranium hanya sampai 3,67 persen. Namun sejak AS keluar dari kesepakatan tersebut pada 2018 di bawah pemerintahan Donald Trump, Iran terus melanjutkan pengayaan uranium hingga mencapai 60 persen, mendekati tingkat senjata nuklir sebesar 90 persen.

Analisis: Apa Dampaknya bagi Dunia?

Pernyataan resmi bahwa Iran adalah front perang baru Israel menjadi tonggak penting dalam sejarah konflik Timur Tengah. Ini bukan lagi soal bentrok regional terbatas, tapi potensi terbukanya pintu ke arah perang besar yang melibatkan kekuatan global.

Dengan kekuatan rudal, drone, dan sistem pertahanan canggih masing-masing pihak, skenario terburuknya bisa berupa kehancuran infrastruktur vital, krisis kemanusiaan, dan terganggunya stabilitas energi dunia, mengingat Iran adalah salah satu negara penghasil minyak terbesar.

Jika perundingan nuklir gagal, dan jika kekuatan dunia gagal mendesak kedua belah pihak untuk gencatan senjata, maka perang bisa meluas dan menarik masuk kekuatan lain seperti AS, Rusia, atau bahkan NATO. Situasi ini sangat mirip dengan masa-masa awal konflik di Ukraina-Rusia atau Suriah, yang pada awalnya dianggap konflik terbatas.

Penutup

Konflik antara Israel dan Iran kini telah berkembang menjadi perang dua front, dengan Iran secara resmi dinyatakan sebagai musuh utama Israel. Eskalasi ini memperlihatkan betapa cepatnya konflik regional bisa berubah menjadi perang besar. Dunia internasional harus bertindak cepat untuk mendorong deeskalasi dan mendukung perundingan damai, karena jika tidak, harga yang harus dibayar sangat mahal—bukan hanya oleh Iran dan Israel, tetapi oleh seluruh dunia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *