Spionase Iran vs Israel Makin Panas, Perang Diam-Diam yang Mengancam Dunia

allintimes.com – Ketegangan antara Iran dan Israel tidak hanya terjadi di medan tempur terbuka, tetapi juga berlangsung dalam bentuk perang yang lebih sunyi dan licik: spionase. Meskipun kedua negara telah menyepakati gencatan senjata sementara pada 24 Juni 2025, pertarungan intelijen tetap berlangsung secara intensif di balik layar.

Bukan hanya adu teknologi dan persenjataan, namun juga pertarungan akal, infiltrasi, serta manipulasi informasi yang berisiko menjerumuskan kawasan bahkan dunia ke dalam konflik berskala besar.

Gencatan Senjata Tak Hentikan Perang Diam-Diam

Setelah 12 hari pertempuran bersenjata yang mematikan dan merugikan kedua pihak, Iran dan Israel resmi memasuki masa gencatan senjata. Namun, ini bukanlah akhir dari konflik. Bagi keduanya, ini hanyalah transisi dari perang terbuka menuju perang bayangan yang jauh lebih kompleks: spionase.

Menurut laporan dari Al Jazeera dan berbagai media intelijen, hanya beberapa jam setelah serangan Israel terhadap Iran pada 13 Juni, Israel merilis rekaman video yang diduga diambil dari dalam wilayah Iran. Video itu menunjukkan proyektil kecil berteknologi tinggi – kemungkinan rudal anti-tank jenis Spike – meluncur dengan kamera aktif menuju sistem pertahanan udara dan peluncur rudal balistik Iran.

Hal ini tidak hanya menunjukkan kecanggihan senjata, tetapi juga memperlihatkan betapa dalamnya penetrasi intelijen Israel ke wilayah Iran. Dalam dunia intelijen, keberhasilan operasi semacam ini hampir selalu melibatkan dukungan mata-mata atau kolaborator di lapangan.

Jaringan Spionase yang Terbentang Luas

Israel diperkirakan memiliki 30 hingga 40 sel intelijen aktif di wilayah Iran. Mereka bukan hanya agen Mossad profesional, tetapi juga warga sipil Iran yang direkrut dan dilatih melalui jaringan daring. Imbalan berupa uang ribuan dolar yang ditransfer lewat kripto menjadi daya tarik utama.

Sebaliknya, Iran juga tak kalah agresif. Iran diyakini telah mengantongi ribuan halaman dokumen sensitif mengenai program nuklir dan pertahanan militer Israel. Dokumen-dokumen ini menjadi aset strategis yang bisa digunakan untuk menekan Israel di forum internasional maupun sebagai bahan kampanye psikologis.

Penangkapan dua tentara Israel pada Januari lalu—Yuri Eliasfov dan Georgi Andreyev—semakin menegaskan bahwa Iran juga telah berhasil menyusup ke dalam jantung sistem pertahanan Israel. Eliasfov bahkan diketahui bertugas di unit Iron Dome, sistem pertahanan udara andalan Israel, dan diduga kuat telah membocorkan informasi vital tentang lokasi dan kelemahan sistem tersebut.

Operasi-Operasi yang Diungkap ke Publik

Biasanya, dunia spionase dilakukan dalam senyap. Namun, baik Iran maupun Israel kini tak segan-segan memamerkan hasil operasi intelijen mereka. Sebagai contoh, Israel secara terbuka menyatakan bahwa mereka telah membunuh sejumlah perwira senior Iran, termasuk Jenderal Ali Shademani dan Jenderal Hossein Salami.

Serangan ini diklaim dilakukan dengan presisi tinggi berkat bantuan informasi dari agen-agen lokal yang menyuplai data tentang lokasi dan rutinitas target.

Tak hanya itu, Israel juga dikabarkan berhasil menyelundupkan sistem drone dan rudal ke dalam Iran. Sistem ini kemudian digunakan untuk menyerang target internal, dengan bantuan teknologi Artificial Intelligence (AI) buatan Amerika Serikat.

Mantan Direktur Riset Mossad, Sima Shine, menyatakan bahwa semua operasi ini bisa terlaksana berkat data yang disuplai oleh jaringan agen mereka di Iran. Dalam pernyataannya kepada Associated Press, ia mengungkapkan bahwa sistem persenjataan canggih yang mereka gunakan dikendalikan dari jarak jauh dengan bantuan AI dan data real-time dari mata-mata.

Iran Tak Tinggal Diam

Iran pun melakukan gerakan balasan yang tidak kalah serius. Pada Oktober 2024, otoritas keamanan Israel menangkap tujuh warga mereka yang dituduh menjadi agen Iran. Para tersangka berasal dari keturunan Azerbaijan dan tinggal di Haifa, Israel. Mereka diduga telah melakukan lebih dari 600 kegiatan spionase untuk Iran.

Para agen ini direkrut secara daring oleh operator intelijen Iran dengan nama samaran “Alkhan” dan “Orkhan”. Pembayaran kepada mereka dilakukan dalam bentuk kripto untuk menyamarkan jejak transaksi.

Bahkan pengusaha Israel berusia 73 tahun bernama Moti Maman juga ikut terseret. Ia dituduh oleh Shin Bet, badan kontraintelijen Israel, sebagai calon pembunuh PM Benjamin Netanyahu dengan bayaran sebesar 1 juta dolar AS dari Iran.

Tugas-Tugas Intelijen: Lebih dari Sekadar Mengintai

Menurut analis pertahanan Hamze Attar, para agen intelijen yang direkrut memiliki tugas yang bervariasi tergantung latar belakang dan posisi mereka. Ada yang bertugas menyelundupkan senjata dan teknologi, ada pula yang dipekerjakan untuk melakukan pembunuhan. Ada juga yang hanya mengumpulkan data strategis seperti pola pergerakan pejabat militer atau peta fasilitas pertahanan.

Bahkan data dari intelijen Israel menyebutkan bahwa setiap serangan presisi yang dilakukan oleh IDF terhadap tokoh-tokoh penting Iran, selalu berbasis informasi lapangan yang diperoleh dari jaringan mata-mata lokal.

Iran sendiri tak tinggal diam. Menteri Intelijen Iran, Esmail Khatib, menyatakan bahwa mereka memiliki ribuan dokumen penting terkait fasilitas nuklir dan pertahanan Israel. “Kami akan memperlihatkannya ke publik segera,” katanya, dalam pernyataan yang menggema sebagai bentuk perang psikologis terhadap Tel Aviv.

Perang Psikologis yang Mempengaruhi Kebijakan

Spionase kini bukan hanya alat pengumpulan informasi, tetapi juga senjata dalam perang psikologis. Publikasi hasil operasi intelijen, pengakuan akan keberhasilan membobol sistem lawan, atau pamer teknologi penyadapan kini menjadi alat untuk meruntuhkan moral dan kepercayaan diri musuh.

Menurut Hamze Attar, memamerkan hasil operasi adalah taktik untuk menciptakan rasa tak aman di kalangan elite dan publik lawan. “Memperlihatkan bahwa sistem mereka bisa ditembus, bahwa mereka tidak aman bahkan di rumah sendiri, adalah strategi tekanan psikologis,” ujarnya.

Israel, misalnya, sempat membocorkan video dari drone rahasia di wilayah Iran sebagai bentuk klaim dominasi. Di sisi lain, Iran mengancam akan membocorkan ribuan dokumen milik Israel, yang bisa memicu gejolak internal dan tekanan politik dari dalam.

Dampak Global dari Perang Bayangan

Apa yang terjadi antara Iran dan Israel bukan hanya urusan dua negara. Ketegangan ini mengundang perhatian global karena keterlibatan pihak ketiga, seperti Amerika Serikat dan berbagai aliansi Timur Tengah. Perang diam-diam ini bisa menjadi pemicu konflik yang lebih luas jika salah satu serangan spionase berujung pada aksi militer besar-besaran.

Bahkan saat tidak ada ledakan atau adu senjata di perbatasan, aktivitas spionase bisa menimbulkan kerusakan besar—baik secara ekonomi, sosial, maupun diplomatik. Dalam beberapa kasus, informasi yang bocor bisa menghancurkan reputasi pemerintahan, memicu sanksi internasional, atau bahkan menimbulkan perang.

Perang Belum Usai

Meskipun gencatan senjata telah berlaku sejak akhir Juni, konflik antara Iran dan Israel masih jauh dari selesai. Mereka kini bertempur dalam dunia bayangan yang tak kalah berbahaya: dunia spionase. Perang ini tidak mengenal garis depan, tak ada deklarasi resmi, dan tak ada suara ledakan—tetapi tetap menimbulkan dampak yang dahsyat.

Dengan semakin panasnya aksi intelijen kedua negara, dunia patut waspada. Karena kapan pun, satu kebocoran data atau aksi sabotase bisa memicu ledakan yang jauh lebih besar dari perang sebelumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *