Tragedi di Dinding Utara Gunung Eiger (1936): Antara Ambisi, Persahabatan, dan Propaganda
allintimes.com | PERISTIWA – Gunung Eiger (3.967 mdpl) di Pegunungan Alpen Swiss berdiri angkuh dengan tebing utara setinggi 1.800 meter. Tebing ini dijuluki Mordwand atau “Dinding Pembunuh,” karena reputasinya yang mematikan. Pada era 1930-an, dinding utara Eiger menjadi simbol tantangan terakhir dunia pendakian Eropa.
Namun, kisah yang terjadi pada musim panas 1936 bukan hanya soal olahraga. Itu juga tentang propaganda politik, tragedi manusia, dan persahabatan yang teruji di tepi kematian. Dua pendaki Jerman, Toni Kurz dan Andreas (Andi) Hinterstoisser, bersama dua pendaki Austria, Edi Rainer dan Willy Angerer, berusaha menaklukkan jalur maut yang belum pernah tersentuh. Apa yang terjadi kemudian tercatat sebagai salah satu kisah paling dramatis dalam sejarah alpinisme.
Latar Belakang: Eiger dan Eropa 1930-an
Pada 1930-an, dunia berada di ambang perang. Di Jerman, rezim Nazi memanfaatkan olahraga sebagai propaganda nasionalisme dan “superioritas ras Arya.” Kesuksesan di lapangan, termasuk olahraga ekstrem seperti pendakian, dianggap sebagai bukti kejayaan bangsa.
Bagi kalangan pendaki Eropa, menaklukkan Dinding Utara Eiger berarti meraih prestise luar biasa. Jalur-jalur besar di Alpen seperti Matterhorn dan Grandes Jorasses sudah ditaklukkan, tetapi Eiger tetap berdiri tak tersentuh. Pemerintah Jerman mendorong para pemuda untuk mencoba, dengan iming-iming kehormatan nasional.
Namun bagi Toni Kurz dan sahabatnya, Andi Hinterstoisser, motivasi lebih personal: petualangan, persahabatan, dan semangat menguji batas diri.
Awal Pendakian: Empat Orang Menuju Tebing
Pada Juli 1936, Kurz dan Hinterstoisser memulai pendakian bersama dua pendaki Austria, Angerer dan Rainer. Keempatnya berangkat dalam semangat kebersamaan.
Hari-hari awal berjalan baik. Hinterstoisser membuka jalur krusial dengan manuver brilian di dinding es yang kemudian dikenal sebagai “Hinterstoisser Traverse.” Teknik inovatif itu memungkinkan mereka melewati bagian paling sulit jalur utara.
Namun setelah itu, nasib mulai berbalik. Angerer terkena hantaman batu dan mengalami cedera serius. Cuaca yang awalnya cerah berubah menjadi badai salju. Jalur kembali tertutup es, dan keputusan berat harus diambil: mundur.
Perjuangan Turun: Alam Lebih Perkasa
Dalam perjalanan turun, masalah semakin menumpuk. Karena tali di jalur traverse dilepas, mereka tidak bisa kembali menggunakan rute aman yang sama. Badai memperlambat langkah, suhu jatuh drastis, dan dinding es menjelma penjara vertikal.
Satu per satu anggota tim tumbang. Angerer semakin lemah akibat cedera, sementara Rainer berusaha mati-matian menolong. Akhirnya, hanya Toni Kurz yang masih tergantung di dinding es, terikat pada tali penyelamatan.
Toni Kurz: Perjuangan Terakhir
Kisah heroik Toni Kurz menjadi puncak tragedi ini. Tim penyelamat Swiss mencoba menurunkannya dari atas tebing dengan tali. Toni, meski tubuhnya beku dan penuh luka, tetap berusaha keras.
Namun tragedi datang dalam bentuk kejam: tali terlalu pendek, jarak antara Kurz dan penyelamat hanya beberapa meter. Ia berjuang mengikat ulang tali, mencoba menuruni simpul demi simpul dengan tangan membeku.
Kata-kata terakhirnya tercatat abadi: “Ich kann nicht mehr” (“Aku tidak bisa lagi”). Sesaat kemudian, Toni Kurz menghembuskan napas terakhir, hanya beberapa meter dari pertolongan.
Dampak dan Resonansi Sejarah
Kegagalan ekspedisi Eiger 1936 mengguncang publik Eropa. Media internasional menyoroti kisah tragis para pendaki muda yang mati demi ambisi besar. Di Jerman, Nazi awalnya mencoba memanfaatkan kisah itu sebagai simbol keberanian bangsa, tetapi tragedi dan propaganda sulit dipisahkan.
Bagi komunitas pendaki, peristiwa itu menegaskan reputasi Eiger sebagai gunung mematikan. Hingga beberapa dekade kemudian, banyak korban jiwa lain menyusul di dinding utara ini. Tak heran, sebutan “Mordwand” semakin melekat.
Eiger dan Budaya Populer
Kisah Kurz dan Hinterstoisser tidak pernah dilupakan. Sejarawan, penulis, hingga sineas berulang kali mengangkat tragedi ini. Salah satu yang paling terkenal adalah film Jerman “Nordwand” (2008) yang menggambarkan kisah 1936 dengan dramatik, menyorot persahabatan dan perjuangan para pendaki di tengah badai politik dan alam.
Film ini memperkenalkan kembali nama Toni Kurz dan Andi Hinterstoisser kepada generasi modern, menempatkan mereka bukan sebagai alat propaganda, melainkan sebagai manusia biasa: sahabat, pemuda penuh idealisme, dan pendaki yang berani menantang maut.
Refleksi: Antara Keberanian dan Kerapuhan
Tragedi di Eiger memperlihatkan paradoks dalam jiwa manusia. Di satu sisi, keberanian luar biasa untuk menantang dinding maut, di sisi lain, kerapuhan ketika berhadapan dengan kekuatan alam yang tak terukur.
Lebih jauh, kisah ini juga menyingkap bagaimana olahraga bisa ditarik dalam pusaran politik. Apa yang bagi Toni dan Andi adalah tentang persahabatan, oleh negara diinterpretasikan sebagai simbol nasionalisme. Pada akhirnya, yang abadi bukanlah propaganda, melainkan kisah kemanusiaan: sahabat yang bersama hingga akhir, dan manusia yang berjuang melawan batas terakhir hidupnya.
Penutup
Eiger tahun 1936 bukan sekadar tragedi pendakian, melainkan kisah universal tentang ambisi, persahabatan, dan harga dari keberanian. Toni Kurz dan Andi Hinterstoisser mungkin gagal menaklukkan dinding utara, tetapi mereka menaklukkan waktu: nama mereka tetap hidup sebagai simbol keberanian yang abadi.
Seperti kata para pendaki setelahnya, “Gunung tidak pernah benar-benar bisa ditaklukkan. Kita hanya diizinkan untuk lewat.”